Respons Digitalisasi APJII Terhadap Absennya Prioritas di RAPBN 2026
Post text template (spintax enabled, like Great) —
Digitalisasi menjadi isu yang semakin mendesak dalam perkembangan ekonomi global. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong kemajuan teknologi, khususnya di sektor telekomunikasi di Indonesia.
Di tengah upaya untuk menciptakan jaringan internet yang lebih mudah diakses, absennya digitalisasi di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 menjadi sorotan. Menurut Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Muhammad Arif, keterlibatan pemerintah dalam industri telekomunikasi masih terbilang rendah.
Berdasarkan penjelasan Arif, industri telekomunikasi di Indonesia ternyata didominasi oleh sektor swasta. Aproksimasi 99,9 persen dari industri ini dikelola oleh penyedia layanan internet (ISP) swasta, sedangkan peran pemerintah hanya terbatas pada beberapa proyek besar.
Kendala Dalam Digitalisasi di Indonesia yang Perlu Diperhatikan
Salah satu kendala yang dihadapi adalah fragmentasi dalam regulasi dan kebijakan yang mengatur industri telekomunikasi. Keberadaan banyak ISP tanpa regulasi yang memadai berpotensi menimbulkan ketidakstabilan. Arif mengungkapkan kebutuhan akan kebijakan yang lebih mendukung, agar penetrasi internet bisa mencapai 100 persen.
Pemandangan ini menjadi jelas, mengingat jumlah pengguna internet yang stagnan tidak sebanding dengan banyaknya ISP yang beroperasi. Ketika persaingan harga menjadi acuan utama bagi konsumen, hal ini sering kali menyebabkan margin keuntungan para ISP terus menyusut.
Lebih dari sekadar masalah ekonomi, kendala ini juga menciptakan ketidakadilan dalam distribusi layanan internet di berbagai daerah. Beberapa wilayah malah mengalami overinvestasi, di mana fasilitas internet lebih banyak terkonsentrasi di daerah yang sama, daripada tersebar secara merata.
Perlunya Kebijakan yang Mendukung Sektor Telekomunikasi
Dalam konteks ini, moratorium terhadap pemberian izin baru untuk ISP menjadi salah satu solusi yang diusulkan oleh APJII. Dengan banyaknya ISP, Arif menilai perlu adanya regulasi yang membatasi pertumbuhan ISP baru untuk menjaga kesehatan industri. Hal ini bertujuan agar layanan yang ada bisa lebih berkualitas dan harga layanan menjadi lebih kompetitif.
Kebijakan yang tepat tidak hanya akan menguntungkan para penyedia layanan, tetapi juga konsumen. Konsumen berhak mendapatkan layanan yang terbaik dan terjangkau, sementara ISP dapat bertahan dan berinovasi tanpa takut terjebak dalam perang harga.
Mewujudkan pemerataan akses internet juga menjadi agenda penting. Kebijakan yang memfokuskan pada pembangunan infrastruktur di daerah-daerah yang masih tertinggal akan mempercepat pencapaian target penetrasi internet secara nasional.
Langkah APJII Dalam Mendorong Digitalisasi di Tanah Air
Di sisi lain, APJII berkomitmen untuk menggenjot digitalisasi di Indonesia melalui acara Indonesia Internet Expo & Summit (IIXS) 2025. Event yang dijadwalkan pada 2-4 September mendatang ini diharapkan dapat menjadi wadah kolaborasi bagi berbagai pemangku kepentingan. Diantaranya meliputi regulator, operator telekomunikasi, dan pelaku startup.
APJII melihat acara ini sebagai kesempatan untuk menyatukan visi dan misi antara berbagai pihak, guna mempercepat hilirisasi digital. Hilirisasi digital adalah kegiatan yang bertujuan menghadirkan hasil riset dan inovasi teknologi yang berdampak positif untuk masyarakat.
Melalui IIXS 2025, diharapkan akan ada pertukaran ide dan strategi yang dapat meningkatkan kualitas layanan internet dan menciptakan ekosistem yang lebih sehat. Kerja sama antara vendor global dan pelaku lokal sangat krusial dalam menciptakan solusi yang tepat guna di industri telekomunikasi.