Kajian Komdigi: Influencer Harus Miliki Sertifikasi Seperti di China
Post text template (spintax enabled, like Great) —
Kementerian Komunikasi dan Digital saat ini tengah mempertimbangkan kebijakan baru yang diterapkan oleh pemerintah China. Kebijakan tersebut mengharuskan pemengaruh untuk memiliki sertifikasi agar dapat membuat konten dalam topik tertentu yang dianggap sensitif dan penting.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemkomdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, mengungkapkan bahwa pihaknya masih melakukan diskusi mendalam mengenai penerapan aturan itu dan dampaknya di Indonesia.
Proses Kajian Kebijakan Baru untuk Pengaruh Konten Digital
Dalam proses kajian ini, Kemkomdigi menggelar pertemuaninternal yang melibatkan berbagai pihak. Bonifasius menyatakan bahwa komunikasi melalui grup WhatsApp menjadi salah satu cara untuk mendiskusikan isu ini, menandakan betapa seriusnya pembahasan tersebut.
Dia menegaskan bahwa kebijakan sertifikasi pemengaruh di China bertujuan untuk mengatur dan mencegah penyebaran misinformasi. Namun, pemerintah Indonesia masih berhati-hati agar tidak mengurangi kebebasan berekspresi di ranah digital.
Kemkomdigi selalu memantau perkembangan kebijakan yang diterapkan di negara lain sebagai referensi. Australia, misalnya, telah menerapkan pembatasan tertentu pada penggunaan media sosial bagi anak-anak, yang dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia.
Penting untuk menemukan keseimbangan antara perlindungan terhadap masyarakat dan kebebasan berekspresi. Dalam hal ini, sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pemengaruh tanpa menimbulkan kendala yang berlebihan.
Sertifikasi Pemengaruh di China dan Implikasinya
Pemerintah China mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan pemengaruh dan pembuat konten profesional untuk memiliki ijazah atau sertifikasi. Aturan yang berlaku sejak 10 Oktober 2025 ini mencakup berbagai bidang penting seperti kedokteran, hukum, dan kesehatan.
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mencegah penyebaran informasi yang tidak akurat dalam bidang yang sensitif. Dengan adanya verifikasi akademik, diharapkan konten yang dihasilkan oleh pemengaruh bisa lebih informatif dan terpercaya.
Platform digital di China, seperti Douyin dan Weibo, diharuskan untuk melakukan verifikasi terhadap pemengaruh sebelum mereka dapat mempublikasikan konten di bidang tersebut. Jika melanggar, sanksi yang dijatuhkan dapat berupa denda yang cukup besar.
Denda mencapai 100.000 yuan bisa dikenakan sebagai sanksi bagi pelanggar aturan ini. Dengan demikian, pemerintah China berusaha keras untuk menjaga integritas informasi yang beredar di ruang digital.
Langkah ini juga merupakan bagian dari upaya nasional yang lebih luas untuk mengendalikan informasi yang salah dan mencegah penyebaran hoaks yang dapat merugikan masyarakat.
Menggali Potensi Kebijakan Sertifikasi di Indonesia
Kebijakan sertifikasi untuk pemengaruh di Indonesia masih dalam tahap kajian. Bonifasius menegaskan bahwa pemerintah belum mengambil keputusan final mengenai apakah akan menerapkan kebijakan serupa atau tidak.
Ia menyatakan pentingnya masukan dari berbagai kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan dalam menentukan kebijakan ini. Diskusi terbuka menjadi kunci agar kebijakan yang dihasilkan relevan dengan realitas yang ada.
Menentukan bagaimana dan kepada siapa kebijakan ini akan diberlakukan menjadi tantangan tersendiri. Banyaknya konten kreator di Indonesia menjadikan skenario ini semakin kompleks.
Kebijakan akan mencakup leveling grade yang jelas agar lebih efektif dan tidak membingungkan. Hal ini juga bertujuan untuk memberikan panduan yang jelas bagi para pemengaruh dalam membuat konten.
Dengan melibatkan berbagai pihak dalam diskusi, diharapkan kebijakan ini bisa diterima dengan baik dan tidak menjadi beban bagi pemengaruh yang berkomitmen untuk menghadirkan konten yang berkualitas.
			




