Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sedang berada di tengah keputusan krusial terkait rencana untuk melakukan pendudukan penuh Jalur Gaza. Meskipun terdapat penolakan dari pihak militer, rencana ini menunjukkan perubahan signifikan dalam strategi Israel menghadapi konflik berkepanjangan dengan Hamas.
Netanyahu telah mengkomunikasikan visinya kepada sejumlah menteri senior, menandakan bahwa pemerintahannya siap untuk mengambil alih sepenuhnya kontrol atas Gaza. Dalam pernyataannya, dia menggunakan istilah “pendudukan Jalur Gaza,” menekankan escalasi dalam operasi militer di wilayah tersebut.
Menurut seorang pejabat senior yang dekat dengan Netanyahu, keputusan tersebut dianggap mendesak. “Keputusan sudah di tangan, kami akan menduduki Jalur Gaza sepenuhnya…” ungkapnya, mengindikasikan bahwa jika keberatan dari pihak militer tidak ditindaklanjuti, akan ada risiko bagi posisi Kepala Staf IDF.
Apa Dampak Pendudukan Gaza Terhadap Keamanan Region?
Saat ini, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menguasai sekitar 75% dari wilayah Gaza. Namun, dengan rencana pendudukan baru ini, mereka diperintahkan untuk memperluas kontrol mereka dan menjadikan Gaza sepenuhnya di bawah otoritas Israel. Hal ini jelas menunjukkan komitmen Israel untuk mengubah peta konflik yang ada.
Langkah ini juga tidak lepas dari penolakan yang kuat dari dalam militer. IDF menilai gagasan pendudukan penuh sebagai sesuatu yang tidak realistis dan kompleks. Mereka berpendapat bahwa mengatasi infrastruktur yang dibangun oleh Hamas akan memerlukan waktu yang cukup lama dan penuh risiko.
Mereka juga menawarkan pandangan bahwa jika operasi dilanjutkan tanpa strategi yang matang, akan ada risiko besar terhadap keberadaan sandera yang masih ditahan oleh Hamas. Potensi eksekusi terhadap para sandera menjadi kekhawatiran yang serius dalam rencana ini, seperti yang diungkapkan oleh sumber internal IDF.
Sejarah Pendudukan Israel di Gaza dari 1967 hingga 2005
Sebelum memahami konteks rencana yang diajukan Netanyahu, penting untuk melihat sejarah pendudukan Israel di Gaza. Israel sebelumnya menguasai Gaza selama 38 tahun, dari tahun 1967 hingga 2005, sebelum akhirnya menarik mundur pasukan dan pemukimnya. Wilayah tersebut kemudian diserahkan kepada Otoritas Palestina.
Namun, perjalanan wilayah ini tidak berjalan mulus. Pada tahun 2006, Hamas berhasil memenangkan pemilu lokal dan mengambil alih kekuasaan di Gaza. Sejak saat itu, wilayah tersebut belum mengadakan pemilu ulang, menciptakan situasi politik yang rumit.
Keberadaan Hamas di Gaza telah menjadi salah satu pendorong konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Berulang kali, ketegangan antara kedua belah pihak telah memicu berbagai serangan dan balasan yang akhirnya menambah jumlah korban jiwa yang meningkat.
Konflik Terbaru dan Implikasinya terhadap Kedamaian
Konflik terbaru antara Israel dan Hamas mulai meletus pada bulan Oktober 2023. Serangan mendadak oleh Hamas ke Israel selatan menewaskan sekitar 1.200 orang, serta menyebabkan 250 orang disandera. Ini adalah salah satu eskalasi terburuk dalam sejarah modern antara kedua belah pihak.
Sebagai respons, Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza, yang mengakibatkan lebih dari 60.000 kematian sewaktu Otoritas Kesehatan Palestina mengonfirmasi angka tersebut. Dari sandera yang diculik, kurang dari setengahnya diperkirakan masih hidup dan kondisi mereka menjadi perhatian utama dalam rencana yang tengah dibahas.
Rencana pendudukan yang diajukan bisa jadi menjadi titik balik dalam strategi yang bertujuan untuk memulihkan keamanan, namun risiko tinggi yang menyertainya perlu dipertimbangkan dengan cermat. Kesulitan dalam mengambil langkah ini mencerminkan kompleksitas situasi yang dihadapi oleh Israel saat ini.