Bali saat ini tengah menghadapi tantangan serius terkait alih fungsi lahan yang berdampak pada lahan pertanian. Dalam enam tahun terakhir, data menunjukkan bahwa lahan persawahan di Pulau Dewata mengalami penyusutan mencapai 6.521 hektar, atau sekitar 1,53 persen per tahun, menggambarkan kondisi yang memprihatinkan.
Peralihan fungsi lahan ini banyak diakibatkan oleh pembangunan berbagai infrastruktur, seperti perumahan dan vila. Meskipun laju alih fungsi lahan tergolong rendah menurut pihak terkait, kekhawatiran mengenai dampaknya tetap ada.
Menurut I Made Herman Susanto, Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Bali, perubahan ini perlu diatur dengan ketat guna menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lahan pertanian.
Dampak Penurunan Lahan Pertanian di Bali
Penurunan luas lahan sawah di Bali sangat drastis, terutama di area perkotaan. Data menunjukkan bahwa Kota Denpasar menjadi yang paling terpengaruh, dengan penurunan hingga 38,83 persen dalam enam tahun.
Rata-rata penurunan lahan sawah di Denpasar mencapai 6,34 persen per tahun, suatu angka yang menunjukkan perlunya perhatian serius. Kondisi ini menciptakan kekhawatiran akan ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Di sisi lain, wilayah Gianyar juga mengalami penurunan, meskipun tidak setinggi Denpasar, dengan angka 18,85 persen. Angka yang cukup signifikan ini menunjukkan bahwa penurunan lahan pertanian bukanlah fenomena yang terbatas di satu daerah saja.
Penyebab Alih Fungsi Lahan Pertanian
Salah satu faktor penting yang mengarah pada alih fungsi lahan adalah perubahan tata ruang wilayah. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, lahan di Denpasar sudah beralih menjadi penggunaan non-sawah.
Perubahan ini dipicu oleh tingginya permintaan terhadap lahan untuk pembangunan properti dan infrastruktur. Masyarakat pun perlu menemukan cara untuk menyeimbangkan kepentingan pembangunan dan keberlanjutan pertanian.
Menurut Herman, meski perubahan ini tampak wajar di era modern, dampak jangka panjangnya terhadap ketahanan pangan dan ekosistem tetap harus diperhitungkan dengan hati-hati.
Respon terhadap Isu Banjir dan Kritik Lingkungan
Fenomena alih fungsi lahan semakin memunculkan berbagai isu, salah satunya adalah bencana banjir yang melanda Bali baru-baru ini. Banjir ini menewaskan sejumlah orang dan memicu diskusi publik mengenai dampak pembangunan yang tidak terencana.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menyoroti bahwa pembangunan masif dan alih fungsi lahan telah mengakibatkan sekitar 2.000 hektar lahan sawah hilang setiap tahunnya. Angka ini menandakan masalah yang perlu segera ditangani.
Walhi mengusulkan agar moratorium terhadap pembangunan segera diterapkan. Mereka berpendapat bahwa Bali sudah mencapai titik maksimal dalam hal pembangunan.
Statistik dan Data Mengenai Pertanian di Bali
Melihat dari data Walhi, luas sawah ini menyusut signifikan dalam dua dekade, dari sekitar 7.000 hektar pada tahun 2000 menjadi hanya sekitar 3.000 hektar saat ini. Penurunan yang mencapai 4.334,01 hektar atau 23,44 persen dalam dua puluh tahun adalah gambaran nyata akan hilangnya sumber daya pertanian.
Bali sebagai daerah dengan keindahan alam semestinya menjaga lahan pertaniannya. Ketika lahan sawah mulai berkurang, keindahan alam sekaligus ketahanan pangan daerah juga terancam.
Pemerintah, masyarakat, serta pakar lingkungan seharusnya bekerja sama untuk menemukan solusi berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan yang kompleks ini.