Pecahnya Gunung Es Besar Menimbulkan Kekhawatiran Ilmuwan Terhadap Dampak Buruknya
Post text template (spintax enabled, like Great) —
Fenomena alam yang terjadi di Antartika sedang menarik perhatian para ilmuwan, khususnya terkait dengan gunung es A23a. Gunung es raksasa ini, yang dulunya merupakan salah satu yang terbesar di dunia, kini mulai mengalami keruntuhan yang signifikan, menciptakan potongan-potongan es besar yang berpotensi berdampak pada ekosistem laut di sekitarnya. Melalui pemantauan yang cermat, para peneliti berusaha memahami dampak yang dapat ditimbulkan dari proses pembelahan ini.
Gunung es A23a, dengan berat sekitar 1,1 triliun ton, memiliki luas sekitar 3.672 kilometer persegi, dan telah berada di bawah pengawasan sejak terlepas dari lapisan es Filchner-Ronne di Antartika. Dalam waktu yang relatif singkat, ukuran gunung es ini menyusut drastis menjadi sekitar 1.700 kilometer persegi, setara dengan luas Greater London.
Pergerakan dan pecahnya gunung es ini mengundang perhatian para ahli oseanografi, terutama Andrew Meijers dari British Antarctic Survey (BAS). Penelitian terus dilakukan untuk memahami potensi dampak dari proses ini terhadap lingkungan laut, serta bagaimana fenomena ini berkaitan dengan perubahan iklim yang lebih luas.
Proses Pergerakan Gunung Es A23a dalam Beberapa Tahun Terakhir
Selama lebih dari tiga dekade, A23a terjebak di dasar Laut Weddell, mengakibatkan stagnasi. Pada tahun 2020, gunung es ini mulai bergerak akibat pencairan pada bagian dasarnya, yang memungkinkan ia terlepas dan terbawa arus laut. Hal ini menjadi titik awal pergerakan yang dramatis.
A23a sempat kembali terjebak di kolom Taylor, sebuah pusaran laut yang terjadi ketika arus bertemu dengan gunung bawah laut. Namun, pada bulan Desember, gunung es ini kembali bergerak dan terus mengikuti arus laut yang lebih stabil, menunjukkan pentingnya kondisi lingkungan terhadap pergerakannya.
Kini, A23a terpapar arus jet Southern Antarctic Circumpolar Current Front (SACCF), yang berada di sekitarnya. Fenomena ini menunjukkan situasi dinamis yang dihadapi gunung es, yang berkontribusi pada pecahnya menjadi potongan-potongan lebih kecil.
Analisis Dampak Krisis Iklim terhadap Gunung Es A23a
Dengan pecahnya A23a, kini gelar gunung es terbesar di dunia dialihkan ke D15a dengan luas sekitar 3.000 kilometer persegi. D15a dianggap lebih stabil dibandingkan A23a karena posisinya yang berada lebih dekat ke daratan Antartika. Namun, tidak ada jaminan bahwa status A23a akan bertahan lama.
Meijers memperkirakan A23a akan terus mengalami pembelahan lebih lanjut dalam waktu dekat. Peningkatan suhu air laut, ditambah dengan datangnya musim semi di belahan Bumi selatan, diperkirakan akan mempercepat proses ini. Proses alami ini menjadi perhatian mengingat dampaknya terhadap ekosistem global.
Meskipun pemecahan gunung es adalah sesuatu yang alami, data yang ada belum cukup untuk mengonfirmasi hubungan langsung antara frekuensi pemecahan gunung es dan perubahan iklim. Namun, kerugian es yang signifikan di Antartika belakangan ini menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar akan kenaikan permukaan laut di masa depan.
Dampak Ekologis dari Pecahnya Gunung Es di Lingkungan Laut
Tim riset dari kapal riset kutub BAS, RRS Sir David Attenborough, telah melakukan pengamatan dan mengumpulkan sampel dari A23a. Penelitian ini penting untuk memahami bagaimana gunung es ini mempengaruhi lingkungan di sekitarnya, termasuk organisme yang hidup di dasar laut. Ada kemungkinan bahwa pelepasan air tawar yang signifikan dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem setempat.
Lebih dari sekadar fenomena satu kali, keberadaan gunung es besar seperti A23a di wilayah South Georgia bisa menjadi menjadi semakin umum seiring dengan meningkatnya suhu global. Hal ini menunjukkan perlunya pemantauan yang lebih sistematis dan analisis yang lebih mendalam untuk memprediksi dampak jangka panjang terhadap ekosistem laut.
Ketidakpastian tentang konsekuensi dari pembelahan gunung es ini menegaskan perlunya penelitian yang berkelanjutan. Mempelajari bagaimana perubahan besar ini dapat memengaruhi kehidupan di laut adalah langkah penting untuk memahami dampak krisis iklim secara keseluruhan.