Jakarta, di tengah maraknya praktik pertambangan tanpa izin (PETI) di Indonesia, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertekad untuk memperbaiki sistem pengelolaan pertambangan. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tantangan masif yang dihadapi sektor pertambangan di tanah air.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Rilke Jeffri Huwae, mengungkapkan bahwa perbaikan tata kelola ini akan dilakukan dengan cara mengoptimalkan penegakan hukum, terutama dalam aspek-aspek preventif untuk menyelamatkan cadangan negara. Hal ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menangani isu yang telah berlarut-larut ini.
Dalam upaya tersebut, Ditjen Gakkum sudah memetakan potensi pertambangan ilegal yang mencakup sektor batu bara, nikel, dan mineral lainnya. Upaya ini ditargetkan dapat optimal pada September 2025, dengan melibatkan data, personel, dan penganggaran yang tepat untuk mendukung penegakan hukum di lapangan.
Analisis Terhadap Masalah Praktik Pertambangan Ilegal di Tanah Air
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyampaikan bahwa fenomena PETI ini adalah masalah struktural yang sudah berlangsung lama, tanpa penanganan yang efektif. Pembiaran yang terjadi juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan praktik ini dapat terus berlangsung.
Menurut Bhima, koordinasi antar lembaga terkait, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta pemerintah daerah, menjadi kunci utama dalam menanggulangi masalah ini. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, perizinan tambang berada di tangan pemerintah daerah, tetapi kini menjadi kewenangan pusat.
Setelah kewenangan tersebut beralih, banyak pemerintah daerah yang tampaknya mengecilkan tanggung jawabnya, sehingga pengawasan terhadap pertambangan menjadi lemah. Hal ini diperparah dengan terbatasnya kapasitas pemerintah pusat dalam mengawasi seluruh wilayah tambang yang tersebar di Indonesia.
Dampak Negatif dari Pertambangan Ilegal Terhadap Lingkungan dan Ekonomi
Praktik pertambangan ilegal tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Penggunaan metode pertambangan yang tidak ramah lingkungan dapat merusak ekosistem dan kualitas tanah serta air. Kerugian lingkungan ini sering kali tidak disadari oleh para pelaku PETI.
Di sisi lain, adanya tambang ilegal ini juga mengancam keberadaan para penambang yang sudah berizin. Banyak perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi sering melaporkan aktivitas ilegal yang mengganggu operasi mereka. Hal ini menambah kekhawatiran di kalangan pelaku usaha yang berupaya untuk mematuhi regulasi.
Dari sudut pandang sosial, kehadiran tambang ilegal sering memicu konflik antara masyarakat lokal dan pihak yang beroperasi di area tersebut. Banyak warga merasa terancam oleh aktivitas pertambangan yang tidak memiliki lisensi resmi, sementara di sisi lain, mereka seringkali terjebak dalam dilema ekonomi.
Pentingnya Pendekatan Sistematis dalam Menangani Pertambangan Ilegal
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy, menekankan bahwa meskipun penegakan hukum sangat penting, tidak cukup hanya mengandalkan tindakan represif. Ia menggarisbawahi perlunya pendekatan yang lebih sistematis dan berkelanjutan untuk menanggulangi masalah ini.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai risiko dan dampak dari pertambangan ilegal. Pemerintah perlu membuat program edukasi untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Selain itu, perlu adanya kolaborasi yang lebih efektif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Membangun kemitraan yang solid bisa menjadi kunci dalam mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan praktik pertambangan ilegal.