Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan inisiatif pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat Indonesia. Program ini bertujuan memberikan perlindungan kesehatan yang menyeluruh dan merata bagi seluruh warga negara, sehingga diharapkan pelayanan kesehatan dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua pelayanan kesehatan dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Terdapat ketentuan yang jelas mengenai jenis penyakit dan layanan medis yang tidak masuk dalam jaminan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018.
Di bawah ini adalah rincian 21 jenis penyakit dan layanan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan:
- Penyakit yang bersifat wabah atau kejadian luar biasa.
- Perawatan kesehatan yang berkaitan dengan kecantikan, termasuk operasi plastik.
- Tindakan ortodontik seperti pemasangan behel.
- Penyakit yang disebabkan oleh tindak pidana seperti penganiayaan dan kekerasan seksual.
- Penyakit atau cedera akibat tindakan menyakiti diri sendiri atau usaha bunuh diri.
- Penyakit yang berhubungan dengan konsumsi alkohol dan ketergantungan pada obat-obatan.
- Pengobatan untuk infertilitas atau mandul.
- Cedera atau penyakit akibat kejadian yang tidak dapat dicegah, contohnya tawuran.
- Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
- Pengobatan eksperimental atau percobaan.
- Pengobatan alternatif dan tradisional yang belum terbukti efektif.
- Alat kontrasepsi.
- Perbekalan kesehatan untuk rumah tangga.
- Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Pelayanan kesehatan di fasilitas yang tidak bekerja sama dengan BPJS, kecuali dalam keadaan darurat.
- Pengobatan untuk penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja.
- Pelayanan kesehatan yang sudah ditanggung oleh program lain.
- Pelayanan kesehatan tertentu yang diatur oleh Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri.
- Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dalam rangka bakti sosial.
- Pelayanan yang tidak memiliki hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang berlaku.
Keberadaan Iuran dalam BPJS Kesehatan
Iuran BPJS Kesehatan menjadi bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan program jaminan kesehatan. Melalui iuran ini, pemerintah berharap bisa menjaga keberlangsungan layanan kesehatan tanpa membebani masyarakat secara berlebihan.
Status kepesertaan BPJS Kesehatan yang aktif sangat penting untuk mengakses fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk secara berkala memeriksa dan memastikan kepesertaan mereka.
Pemerintah telah memperkenalkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai pengganti dari sistem kelas yang sebelumnya ada. Meski demikian, untuk saat ini, iuran yang berlaku masih merujuk pada ketentuan sebelumnya.
Sesuai Peraturan Presiden 63/2022, iuran BPJS Kesehatan dibedakan berdasarkan kategori peserta. Pertama, ada peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung pemerintah sepenuhnya.
Kedua, iuran untuk Pekerja Penerima Upah (PPU) dikelompokkan dalam sektor pemerintahan, yang besarnya adalah 5% dari gaji bulanan. Dari total ini, 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta itu sendiri.
Detail Iuran untuk Berbagai Kategori Peserta
Peserta PPU yang bekerja di BUMN serta sektor swasta juga akan membayar iuran sebesar 5% dari gaji bulanan mereka. Untuk kategori ini, komposisi pembayarannya sama yaitu 4% oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
Selain itu, ada ketentuan khusus bagi anggota keluarga tambahan dari peserta PPU, di mana iuran yang diterapkan sebesar 1% dari gaji untuk setiap anggota tambahan yang tercakup.
Keberadaan iuran bagi peserta lain, seperti Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), diatur dengan perincian sebagai berikut:
- Rp 42.000 per orang per bulan untuk kelas III, dengan penyesuaian pemerintah untuk membantu pembayaran ini.
- Rp 100.000 per orang untuk kelas II.
- Rp 150.000 per orang untuk kelas I.
Bagi veteran dan janda atau anak yatim piatu dari veteran, iuran ditetapkan sebesar 5% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil. Ini memberikan perlindungan yang layak bagi mereka yang telah berjuang untuk negara.
Pembayaran dan Denda Keterlambatan Iuran BPJS Kesehatan
Pembayaran iuran BPJS Kesehatan diwajibkan dilakukan paling lambat pada tanggal 10 setiap bulannya. Kebijakan ini memberikan keleluasaan bagi peserta dalam mengatur keuangan mereka, tanpa adanya denda keterlambatan hingga saat tertentu.
Sejak 1 Juli 2016, tidak ada denda atas keterlambatan, kecuali jika peserta memanfaatkan layanan kesehatan setelah masa tenggang. Dalam hal ini, denda akan dikenakan berdasarkan persentase biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan.
Denda yang berlaku ditetapkan sebagai 5% dari biaya diagnosa, dengan ketentuan jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan dan batas denda maksimum mencapai Rp 30.000.000. Khusus untuk PPU, denda ini akan ditanggung oleh pemberi kerja.
Dengan mengetahui dan memahami ketentuan ini, masyarakat dapat lebih bijak dalam mengelola jaminan kesehatan mereka. Jika semua pihak mematuhi aturan, diharapkan layanan kesehatan yang disediakan BPJS Kesehatan akan lebih optimal dan bermanfaat bagi semua. Ke depannya, kesadaran akan pentingnya memiliki jaminan kesehatan akan semakin meningkat di kalangan masyarakat.